SPIETHANDERSON.COM – Kesaksian mengerikan muncul dari kota Al-Fashir, Darfur, Sudan, setelah tentara paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) merebut wilayah tersebut dari pasukan pemerintah. Saksi mata mengungkapkan adanya eksekusi massal terhadap ratusan pria tak bersenjata. Peristiwa ini memicu kecaman luas dan memperkuat kekhawatiran akan pelanggaran berat hak asasi manusia oleh RSF.
Kesaksian Langsung dari Korban yang Selamat
Seorang warga bernama Alkheir Ismail menceritakan kepada media lokal bahwa dirinya nyaris tewas saat RSF mengumpulkan ratusan pria di dekat kota Al-Fashir. Para milisi yang menunggang unta membawa mereka ke sebuah waduk sambil meneriakkan hinaan rasial, lalu menembaki para tawanan. Ismail selamat karena salah satu anggota ternyata teman sekolahnya dan membiarkannya melarikan diri. “Dia berkata, ‘Jangan bunuh dia,’ bahkan setelah semua orang lain dibunuh,” ujar Ismail dalam wawancara video.
Baca Juga: Bocah 8 Tahun Tewas Diserang Gajah Liar di Desa
Laporan Pelanggaran dan Dugaan Kejahatan Perang
Kantor Hak Asasi Manusia PBB memperkirakan ratusan warga sipil dan pejuang tak bersenjata telah dieksekusi di Al-Fashir. Aksi pembunuhan berdasarkan etnis ini dikategorikan sebagai kejahatan perang. Laporan Reuters menyebutkan sedikitnya tiga video menunjukkan pasukan RSF menembak tawanan, serta belasan video lain memperlihatkan tumpukan mayat setelah penembakan.
RSF Membantah Tuduhan Pembantaian
RSF membantah semua tuduhan dan menyebut laporan itu sebagai propaganda musuh. Seorang komandan RSF mengatakan kepada Reuters bahwa peristiwa tersebut adalah “ekspresi berlebihan media.” Ia menambahkan bahwa sejumlah anggota RSF yang melanggar aturan telah ditangkap dan tengah diselidiki. “Tidak ada pembunuhan seperti yang diklaim,” ujarnya.
Laporan RSF Diduga Eksekusi Massal Warga di Al-Fashir dari Medecins Sans Frontieres (MSF)
Organisasi medis internasional MSF melaporkan bahwa sekitar 500 warga sipil dan tentara Sudan mencoba melarikan diri pada 26 Oktober, tetapi sebagian besar dibunuh atau ditangkap oleh RSF dan sekutunya. Para penyintas mengatakan korban dipisahkan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan etnis sebelum dieksekusi atau disandera untuk tebusan mencapai Rp133 juta hingga Rp830 juta.
Situasi Sudan Semakin Memanas
Pengambilalihan Al-Fashir oleh RSF menandai titik balik dalam perang saudara Sudan yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Kota ini menjadi benteng terakhir militer Sudan di wilayah Darfur. Dalam pidatonya, pemimpin Mohamed Hamdan Dagalo memerintahkan pasukannya melindungi warga sipil dan menindak pelanggar. Namun, laporan kekerasan terus bermunculan, memperlihatkan betapa rapuhnya situasi kemanusiaan di Sudan.
Kesimpulan
Kesaksian dan laporan dari berbagai sumber menunjukkan adanya pelanggaran serius oleh di Al-Fashir. Meski pihak membantah, bukti-bukti visual dan kesaksian korban memperkuat dugaan terjadinya kejahatan perang. Komunitas internasional didesak segera bertindak untuk menghentikan kekerasan dan menegakkan keadilan bagi para korban di Darfur.




Leave a Reply